welcome
to BCB's journal of life :)
![]() ![]() ![]() |
welcome
to BCB's journal of life :)
23.22 & Minggu, 26 September 2010
Terima Kasih Ibu Hujan terus bergulir dengan kencang, namun aku masih terjebak disini, di tepi jalan raya depan kampusku. Kelas sudah usai sejak dua jam yang lalu. Namun apa daya, karena aku tidak punya kendaraan pribadi, aku pun terpaksa sabar menanti disini. Menanti apapun kendaraan umum yang lewat dan dapat membawaku pulang ke rumah. Tapi berhubung hujan turun dengan sangat derasnya, tiada satu kendaraan umum pun yang lewat, baik taksi, bajaj, hingga bus. Dadaku terasa panas. Aku bosan menanti disini. Waktuku terbuang sia-sia, sementara Ujian Tengah Semester tengah menungguku besok, belum lagi ditambah tugas portfolio Ketrampilan Belajar dan presentasi Manajemen Waktu. Sudah sering aku mengeluh dan merajuk kepada Bunda untuk segera membelikanku mobil. Mau merek apapun, bahkan yang termurah sekalipun, aku mau. Pokoknya belikan aku mobil secepat mungkin! Tetapi Bunda dengan santainya selalu menjawab, "belum saatnya, nak. Uang Bunda belum cukup. Uang kuliahmu saja sudah sangat mahal. Gaji Bunda sudah hampir terpakai seluruhnya untuk membiayai kuliahmu dan kebutuhan hidup sehari-hari." Alasan yang klise dan selalu membuatku terdiam pada akhirnya. Pada dasarnya aku bukan anak nakal yang bisa berubah durhaka kepada orang tua. Harus kuakui, apapun yang aku inginkan, sebisa mungkin harus aku capai, tetapi tetap tidak boleh menjadikanku anak durhaka yang tidak tahu diri kepada orang tua. Akhirnya, perlahan-lahan hujan mulai mereda. Aku memberanikan diri menyebrang jalan dan mencegat shuttle bus yang searah rumahku. Drrrttt. Tiba-tiba Handphoneku bergetar. SMS dari Bunda. Kamu dimana? Hati-hati yaa, nak. Bunda sudah masak nasi uduk, ayam goreng, dan kuah sayur asem kesukaanmu :) Setelah mendapat tempat duduk, aku pun segera mengetik SMS balasan untuk Bunda. Otw rumah by shuttle bus. Memang balasan sms yang singkat dari anak untuk seorang ibunya. Tapi apa daya, sepercik rasa kesal masih menggumpal di dadaku. Pulang nanti, aku harus cerita sama Bunda apa yang aku alami hari ini. Penantian dua jam yang sia-sia. Pandanganku pun mengarah ke luar jendela bus. Jalan tampak padat karena mobil masih berjalan pelan-pelan di jalan yang licin akibat hujan. Halte bus tempat aku menunggu tadi pun masih agak ramai. Namun ada sesuatu yang menarik perhatianku. Di tengah orang-orang yang tengah berdiri dan menunggu kendaraan umum, ada seorang pedagang asongan yang menjual beraneka makanan ringan, dengan stiker Gery Chocolatos besar di kotak jualannya. Bukan pedagang itu yang menarik perhatianku, tetapi sosok anak kecil dan seorang ibu paruh baya di sebelahnya. Anak perempuan kecil ini menarik-narik tangan ibunya ke pedagang itu. Anak kecil itu mengambil wafer stik coklat Gery Chocolatos dari kotak pedagang, dan mendekatkannya kepada ibunya. Namun, Ibu itu menggelengkan kepalanya dan mengajak anak itu untuk beranjak dari pedagang asongan. Dasar anak kecil, anak itu bukannya menurut, tetapi makin menarik-narik tangan ibunya dan mulai merengek. Kalau aku lihat dari postur tubuhnya, anak kecil itu berusia sekitar 4 tahunan. Tarik-menarik pun terjadi antara Ibu dan anak itu. Orang-orang sekitar pun mulai mencuri-curi pandang melihat kehadiran dua insan itu karena sang anak semakin merengek dan menjerit-jerit. Padahal cuma masalah wafer stik saja, kenapa juga Ibunya gak mau beliin yaa? Pikirku dalam hati. Akhirnya, Ibu itu mulai naik pitam. Ia memukul pantat anaknya agar berhenti menangis. Namun, anak itu tetap menangis dan menangis. Pada saat itu, aku semakin mendekatkan pandanganku ke wajah sang Ibu. Aku pikir sang Ibu adalah seorang ibu yang tidak berperasaan karena tidak mau membelikan anaknya sebuah Gery Chocolatos. Tetapi, aku lihat, air mata Ibu itu pun tidak terbendung lagi. Wajahnya yang tirus dan pucat sudah tidak kuat lagi berpura-pura tak acuh pada anak kecilnya. Air matanya menetes sementara tangannya membelai anaknya yang masih menangis sesenggukan. Tangannya pun meraih sendal jepit yang dipakainya dan menyodorkannya kepada pedagang asongan. Pedagang itu tampak kaget dan segera memberikan Gery Chocolatos kepada Ibu itu. Sepertinya Ibu itu tidak punya uang lebih untuk membelikan anaknya Gery Chocolatos, sehingga ia pun menjual sendal jepitnya untuk barter. Anak itu pun langsung tersenyum senang dan mengambil Gery Chocolatos dari tangan Ibunya. Sembari berpegangan tangan, Ibu yang kini tak mengenakan alas kaki dan anak itu berjalan berdampingan meninggalkan halte bus, seiring dengan mulai berjalannya shuttle bus yang aku naiki ini. ![]() Mataku berkaca-kaca. Pengorbanan Ibu itu kepada anaknya seakan menegurku dari sifat burukku kepada Bunda selama ini. Nafasku terasa sesak. Apabila Ibu tadi saja rela berkorban seperti itu, apalagi Bundaku yang selalu bekerja selama 12 jam setiap harinya demi mencukupi uang kuliahku dan kebutuhan sehari-hari keluarga kami? Seharusnya aku bersyukur meski belum memiliki mobil pribadi karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk dapat berkuliah dan memberikan sosok Ibu yang kuat, tabah, dan tegar seperti Bunda. Segala perasaan kesalku pun sirna dan berganti dengan berjuta rasa terima kasih dan syukur yang berlimpah kepada Bunda. Terima kasih Bunda atas segala pengorbanan dan cinta kasihmu. Sepulang nanti, aku akan bercerita kepada Bunda. Penantian 2 jam yang sungguh tak sia-sia dan membuka mataku kembali akan kehidupan ini. Hidup ini indah apabila kita tidak menghitung apa yang belum kita miliki, tetapi menghitung berkat dan anugerah yang kita dapat. I LOVE YOU, BUNDA ![]() ♥ No one else comes close to you No one makes me feel the way you do You're so special girl to me And you'll always be eternally Every time I hold you near You always say the words I love to hear Girl with just a touch you can do so much No one else comes close ♥ *No one else comes close - Backstreet Boys* *Dedicated for my mother, Rika Wirya ![]() Label: lomba blog 1000 kisah tentang ibu ungu gery chocolatos fiksi |